yang bernama Van Schouwenburg dengan biaya sebesar Empat ratus ribu
Gulden. Museum ini kemudian diresmikan pada 16 Mei 1929,
awalnya cuma digunakan sebagai laboratorium dan tempat penyimpanan hasil penyelidikan geologi dan pertambangan, selanjutnya
berkembang menjadi sarana
pendidikan, penyedia informasi
ilmu kebumian dan tempat wisata.
Di awal perang kemerdekaan
sejumlah arsip penelitian geologi di Indonesia pernah sangat dicari-cari oleh NICA, namun untungnya semua arsip
tersebut berhasil diungsikan ke Bukittinggi. Tak hanya arsip, fosil tengkorak manusia purba pun berhasil
diselamatkan oleh seorang pegawai museum dan sempat dibawa keluar negeri oleh seorang peneliti yang
bernama Prof Dr.GHR Von Koeningswald, namun akhirnya kembali dan disimpan di Universitas Gajah Mada
Yogyakarta.
Di museum ini kini banyak terdapat jenis batu-batuan, fosil binatang purba, fosil
binatang laut bersel satu, diorama, peta geologis, peralatan tambang, pengeboran minyak, proses
penyulingan minyak, hasil penelitian geologi, vulkanologi dan arsip ilmiah.
sejumlah arsip penelitian geologi di Indonesia pernah sangat dicari-cari oleh NICA, namun untungnya semua arsip
tersebut berhasil diungsikan ke Bukittinggi. Tak hanya arsip, fosil tengkorak manusia purba pun berhasil
diselamatkan oleh seorang pegawai museum dan sempat dibawa keluar negeri oleh seorang peneliti yang
bernama Prof Dr.GHR Von Koeningswald, namun akhirnya kembali dan disimpan di Universitas Gajah Mada
Yogyakarta.
Di museum ini kini banyak terdapat jenis batu-batuan, fosil binatang purba, fosil
binatang laut bersel satu, diorama, peta geologis, peralatan tambang, pengeboran minyak, proses
penyulingan minyak, hasil penelitian geologi, vulkanologi dan arsip ilmiah.
0 komentar:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.